Gapura Makam Mbah Munadi |
Nama dusun Polaman ada yang mengatakan diambil dari nama di daerah Kediri Jawa Timur, yaitu Tegalsari Ponorogo/Kediri Jawa Timur. Ada pula yang mengatakan bahwa dusun polaman itu asalnya dari Mbah Imam Biyoro (seorang Kyai dari Kediri Jawa Timur), yang pada saat itu lari dan sembunyi di daerah polaman karena dikejar belanda. Setelah sampai di polaman beliau meminta tolong kepada petani yang bernama Simbah Umar Janggan, agar selamat beliau masuk di saku Mbah Umar Janggan. Setelah itu pasukan belanda datang dan bertanya kepada Mbah Umar Janggan “Apakah kamu tahu ada orang lari ke sini?”. Jawab Simbah Umar Janggan “Sekarang saya tidak melihat”, sambil menepukkan tangannya pada sakunya jadi beliau tidak berbohong, akhirnya Mbah Imam Biyoro selamat dari tentara belanda, setelah itu tempat itu dinamakan polaman yang artinya pol-pole (sangat) aman, lalu Mbah Imam Biyoro bermukim di polaman sampai beliau wafat dan makam Simbah Umar Janggan di samping Simbah Imam biyoro dan di tengah-tengah kuburan polaman.
Simbah Munadi memperoleh pendidikan di pesantren-pesantren salaf, yang lebih mengutamakan pendidikan tauhid, akhlaq dan alquran. Beliau pernah mondok di pondok pesantren KH Hasan Besari Tegalsari Ponorogo, pondok di daerah Madiun dan lain-lain.
Seluruh hidup Mbah Munadi didedikasikan untuk menyebarkan agama islam khususnya di daerah kawedanan Gubug, salah satunya beliau mendirikan Langgar di dukuh Kleben Karanglangu Kedungjati , langgar tersebut dibangun bersama simbah K. Murtadlo dan K. Abdullah, langgar yang sekarang menjadi masjid tersebut menjadi masjid tertua di daerah Kedungjati bagian selatan. Beliau juga mendirikan masjid-masjid lain diantaranya Masjid Kedungjati, Masjid Tambakan , dan Masjid Polaman , asal mulanya Masjid Polaman dibangun di pinggir kali tuntang, karena kali tuntang ditanggul maka masjid tersebut dipindah di barat tanggul.
Dalam suatu kisah, di daerah Gubug ada musibah pagebluk (wabah penyakit), sore sakit paginya meninggal, pagi sakit sorenya meninggal. Lajeng wedana (pembantu bupati yang membawahi beberapa kecamatan) Gubug Hadiprojo meminta barokah doa kepada simbah Munadi, supaya wabah penyakit tersebut bias pergi. Simbah Munadi bersedia berdoa dengan syarat wedana Hadiprojo harus taat kepada Allah SWT dan menyelenggarakan acara selamatan dan membuat makanan berupa onde-onde dan kue lapisyang warnanya merah putih. Simbah Munadi berkata, "kalau orang jawa bisa bersatu seperti wijen (pada onde-onde) ini, maka akan jadi ini (kue lapis merah putih)". Wabah penyakit itu pun akhirnya bisa hilang dan wedana Hadiprojo taat kepada Allah SWT.
Saat wedana Hadiprojo hendak membuat pendopo kawedanan Gubug meminta bantuan kepada Mbah Munadi. Mbah Munadi diminta menginfakkan kayu balokan buat bahan. akan tetapi Mbah Munadi hanya menginfakkan ranting pohon. Wedana Hadiprojo pun heran. Lalu ranting pohon tersebut bisa jadi kayu balokan.
Simbah KH Abdurrahman Munadi wafat di Gubug, hari Jumat Legi tahun 1901 M, jika dihitung itu 18 Muharrom 1319 H atau tanggal 14 juni 1901 M.
Daftar pustaka : KH Habib Husain, B.A , 2001, Purwodadi, riwayat singkat simbah Abdurrahman Munadi